Saturday 31 October 2020

BEBAS KEBABLASAN

BEBAS KEBABLASAN

Era kebebasan mengutarakan ekspresi, imajinasi, atau pendapat, boleh saja tapi ada batasnya karena kita bukan sendiri ada orang lain, salah berpendapat akan fatal melibatkan banyak orang.

Saat ini siapa saja tanpa dibatasi latar belakang pendidikan, wanita atau pun pria, usia, status sosial dan apa saja kategori lainnya bebas untuk mengutarakan pendapat terutama di sosial media.

Semakin berkembangnya teknologi membuat batas antara waktu dan jarak sudah tidak menjadi halangan. Sebagai contoh saya yang ada di belahan bumi Eropa, bisa mengutarakan pendapat saya dengan pembaca di Indonesia, hanya dengan menulis disatu situs media dan kemudian menekan tombol Publish langsung detik itu juga semua orang bisa membaca.

Disaat menulis, mengajar atau mengutarakan pendapat sering lupa kepada siapa ia akan menyampaikan, apakah tujuan pendapat, apa hanya sekedar penyaluran keinginan untuk berkespresi dengan tidak memperdulikan akibat dari ekspresi itu kepada para pendengar, pembaca, melihat dan kepada pihak yang mungkin menjadi tokoh.

Sering terlihat mengungkapkan dengan seenaknya membuat ekspresi, yang dilihat umum. Jika mengungkapkan itu hanya untuk memancing amarah seseorang tidak perlu dijadikan kebebasan karena merusak ruang publik yang seharusnya dipakai untuk sesuatu yang positif. Bisa jadi wacana dibuat sedemikian untuk memancing publik, tetapi tidak dengan kata-kata yang negatif. Kebebasan adalah cerminan dari penyelenggaranya, maaf mungkin dari Anda ada yang tidak setuju tetapi begitulah kenyatannya.

Perhatikan siapa yang akan menjadi target kebebasan.
Situs apa yang menjadi tempat pendapat.
Apa tujuan dengan kebebesan berpendapat.
Sifatnya apa opini atau reportase.
(menambah ilmu, menyerang seseorang atau kelompok atau alasan lain).

Jadi di era kebebasan menyampaikan  pendapat gunakanlah dengan positif kesempatan ini, untuk menjadi yang profesional.

http://sigitharjonoufa.blogspot.com/

Thursday 27 August 2020

KUMPUL

KUMPUL

Asas kehidupan kelompok adalah solidaritas dan kepedulian pada sesama. Kelompok melindungi anggota-anggotanya dari gangguan pihak luar. Kelompok juga membangun kepentingan bersama untuk kesejahteraan bersama. Keluarga sebagai ikatan terkuat, akhirnya membangun dinasti. Pada masa modern, orang menyebutnya ‘nepotisme’.

Namun, bukan berarti masyarakat modern tidak berkelompok. Mereka berorganisasi bukan berdasarkan ikatan darah, melainkan berdasarkan kesamaan cita-cita atau profesi. Mereka mendirikan partai politik, yang anggotanya boleh siapa saja, dari keluarga mana saja, asal cocok dengan ideologi partai tersebut. Mereka mendirikan organisasi sosial dan profesi untuk semua orang yang bercita-cita sama.

Fanatisme pada gilirannya melahirkan konflik, terutama disebabkan oleh perebutan kekuasaan dan kepentingan ekonomi. Demi jabatan dan uang, tidak sedikit orang yang mau melakukan apa saja, termasuk mengatasnamakan organisasi dan kelompok. Mereka ini juga tidak segan-segan menebar dan menanamkan kebencian pada kelompok lain yang menjadi pesaing dalam merebut harta dan kuasa itu.

Di era digital dan teknologi ponsel pintar ini, ikatan kelompok itu dapat dibangun secara massif melalui dunia maya. Media sosial merupakan sarana bagi individu untuk masuk dalam jaringan kelompok tertentu. Ketika muncul kepentingan politik dan ekonomi, media sosial itupun berubah menjadi sarana penggalangan kekuatan pihak tertentu, atau medan pertempuran antar pihak-pihak yang bersaing.

Alhasil, kebersamaan manusia itu berwajah ganda. Ketika nafsu kuasa dan harta merajalela, maka kebersamaan itu menyempit dan menghancurkan yang lain. Sebaliknya, ketika kebersamaan itu berlandaskan keadilan dan kebaikan, maka ia menjadi meluas dan merangkul. Nah, bagaimanakah kebersamaan kita ini: Sempit atau luas, tulus atau palsu?

Http://sigitharjonoufa.blogspot.com/

AGAMA

AGAMA

Saya ingat, dalam sebuah pelajaran tematik, anak saya UFA yang waktu masih kelas tempat SD itu pernah berpraktik menanam bibit pohon. Ketika belakangan saya tanya apa saja yang ia pelajari dari aktivitas itu, ia cuma menjawab dengan hal-hal yang terkait ilmu alam, juga tentang semangat hidup bersama. Hidup bersama yang ia maksudkan adalah bagaimana kita manusia hidup berdampingan dengan alam sekitar.

Saat saya tanya apakah dalam aktivitas itu juga dipaparkan hal-hal yang terkait pelajaran Agama, dia seketika tampak bingung. "Lho, apa hubungannya menanam pohon dengan agama, yah?"

Ini memang membutuhkan sinergi antara berbagai mata pelajaran,  antara berbagai sudut pandang. Bahkan praktik menanam pohon pun sangat bisa dijalankan dalam spirit pelaksanaan ajaran agama.

Saya ambil contoh. Dalam poin pelajaran membiasakan diri bersyukur, menanam pohon adalah bentuk syukur kepada Allah karena sudah dikaruniai bumi yang subur. Menanam pohon juga bisa menjadi cara umat manusia untuk mencegah kerusakan di darat dan di laut (nah, soal ini ada ayatnya).

Bahkan, dapat pula diajarkan bahwa menanam pohon merupakan bentuk konkret amal sedekah. Pohon memproduksi oksigen, kalau ia tumbuh besar orang-orang yang lewat di bawahnya akan menghirup oksigen darinya, dan karenanya si penanam telah bersedekah oksigen. Menarik, bukan?

Gambaran bersedekah pun tak pernah keluar dari konsep uang, yaitu dengan cara memberikan uang bagi fakir miskin dan anak yatim. Belum pernah saya mendengar sinergi pelajaran ilmu alam dan agama, sehingga nyaris tak ada yang sadar bahwa oksigen yang sangat mahal itu pun sangat bisa disedekahkan

Silakan saja bila Anda lebih suka membahas isu-isu pemikiran radikal. Tapi saya sendiri lebih ingin membayangkan bahwa pendidikan agama dapat dijalankan secara kolaboratif antar-agama.

Http://sigitharjonoufa.blogspot.com/

BEGITULAH

BEGITULAH

Banyak orang yang hidup dengan gaya hidup barat.. tapi ingin mati seperti matinya para sahabat Nabi _Shalallahu Alaihi Wasallam_ . 

Banyak orang yang hidupnya tidak ingin dengan Islam, meski hanya penampilan lahirnya.. tapi kalau mati, ingin dengan Islam lahir batin. 

Banyak orang melihat bahwa mati di jalan Allah adalah sesuatu yang hebat dan mulia.. Tapi mengapa jika ada orang yang hidup di jalan Allah, dilihat ekstrim, sok suci, sok kearab-araban, ini bukan negara arab dan sok-sok yang lainnya. 

Mari berbenah diri.. semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita semuanya, Aamiin.

Http://sigitharjonoufa.blogspot.com/

SI MAYA

SI MAYA

Mungkin saya ini orang kolot. Dalam budaya tradisional kita, salah satu bentuk penghormatan pada orang lain adalah memperhatikan dan mendengarkan lawan bicara kita dengan baik. Kawan kita yang modern ini mungkin mengatakan, dia pun memperhatikan lawan bicaranya juga sambil memperhatikan lawan bicara lain di dunia maya. Keduanya dilayani setara. Dia sibuk melayani sini dan sana-mana.

Namun, alasan di atas masih sulit saya terima. Bagi saya, dunia nyata dan dunia maya itu tetap berbeda. Yang satu dekat dan konkret, yang satu lagi jauh dan citra. Karena itu, kita harus mengutamakan yang hadir di depan mata. Jika pun terpaksa, akan lebih sopan jika kita meminta izin kepada lawan bicara di dunia nyata. “Maaf, saya harus balas pesan penting ini dulu,” atau “Maaf, saya angkat telepon ini dulu.”

Mungkin, bagi sebagian kita, adab dan sopan santun menggunakan ponsel di atas kita laksanakan ketika berhadapan dengan orang penting, tetapi tidak kepada teman atau keluarga dekat. Ini masih lumayan. Tetapi dalam jangka panjang mungkin tetap berbahaya. Saya khawatir, rasa empati dalam diri kita mulai terkikis. Kita perlahan tidak bisa lagi memahami perasaan dan pikiran orang lain. Kita menjadi robot!

Lebih dari masalah empati, karena terbiasa dengan multitasking, orang sekarang makin sulit konsentrasi, apalagi dalam waktu yang lama. Kita tidak bisa fokus karena semua ingin kita raih. Kita menjadi serakah dan tidak sabaran, ingin serba cepat dan instan. Akibatnya, hasil yang diperoleh tidak maksimal. Kita lupa bahwa diri kita ini terbatas, dan keterbatasan itu hanya akan maksimal jika dipusatkan/difokuskan.
Di era ponsel pintar ini, multitasking makin membudaya. Empati dan konsentrasi makin tergerus. Yang maya dan citra perlahan mengalahkan yang nyata. Saya khawatir, kita pun makin jauh dari bahagia jika kita tidak waspada!

Http://sigitharjonoufa.blogspot.com/

SIAP BOS

SIAP BOS

Sebenarnya, berambisi untuk menduduki suatu jabatan itu boleh-boleh saja. Mendapatkan kehormatan, fasilitas dan uang karena jabatan, selama sesuai antara hak dan kewajiban, juga tidak masalah.

Semua ini lumrah dan wajar. Yang dikhawatirkan adalah, orang hanya melihat enaknya, tetapi lupa beban dan tanggungjawabnya. Padahal, seringkali beban jabatan jauh lebih berat dibanding fasilitas yang diterima.

Karena itu, seseorang baru layak diangkat menjadi pejabat jika dia memiliki kemampuan melaksanakan tugas yang akan diembannya. Kemampuan itu dinilai oleh orang yang memilih/mengangkatnya.

Namun, kita juga bisa menilai diri sendiri. Apakah aku layak dan mampu untuk jabatan itu? Jangan- jangan, nafsu besar, tenaga kurang. Penilaian terhadap diri sendiri ini dapat meredakan ambisi yang menggebu-gebu.

Selain mampu, idealnya seorang pejabat harus jujur. Orang yang mampu, pintar dan cakap, tentu bisa diandalkan untuk melaksanakan tugas. Tetapi jika dia tidak memiliki kejujuran, dia akan menggunakan kepintaran dan kecakapannya itu untuk kejahatan.

Sebaliknya, orang yang jujur tetapi tidak cakap, tidak akan bisa bekerja dengan baik dan efektif. Dia shâlih (baik) tetapi tidak mushlih (memperbaiki).

Tuntutan lain terhadap pejabat adalah kesediaan bekerjasama dengan atasan, sesama dan bawahan.

Bagaimanapun, seorang pemimpin akan mengutamakan orang yang mau bekerjasama dengannya. Jangan sampai ibarat ungkapan : diajak naik sampan sama-sama malah menggoyang, tetapi ketika ditinggal melempari. Orang begini berbahaya.

Http://sigitharjonoufa.blogspot.com/

POL ITIK

POL ITIK

Politik itu sederhana. Ketika kau mengulek cabai menjadi sambel kesukaanmu, ingatlah bahwa itu semua urusan politik. Apa kau lupa, pernah marah karena harga cabai melambung tinggi? Kemarin, belum lama, harga daging ayam di pasaran anjlok, masyarakat konsumen girang, tetapi peternak dan penjual ayam naik pitam hingga protes dengan cara membagi-bagikan ayam mereka secara gratis. Kejadian serupa pernah menimpa petani tomat, ketika mereka membuang hasil panennya ke jalanan sebagai protes karena harga tomat rendah sekali. 

Begitulah, bahkan untuk urusan jumlah uang yang harus kita keluarkan dari kantong untuk membeli barang-barang pun, ada keputusan politik di belakangnya, yang kadang rumit, sampai bisa membuat seorang menteri jadi kurang tidur. Kalau kau buruh, atau guru honorer, atau karyawan kontrak, dan merasa upahmu rendah, tenang, politik bisa memperjuangkan tuntutanmu. 

Politik adalah jawaban bagi setiap persoalan kita. 

Seorang pakar akan berkata begini: politik adalah upaya untuk membuka celah kemungkinan bahwa sesuatu yang tidak dihitung menjadi dihitung dalam tatanan sosial serta memiliki kesinambungan yang kontingen pada beberapa subjek-subjek lainnya. Terdengar agak memusingkan? 

Lupakan, dan bayangkan saja ini: dengan politik, kita memilih pemimpin-pemimpin yang kita dukung, kita percaya, kita cintai, lewat sebuah hajatan besar pesta demokrasi yang gegap gempita --bahkan pada hari itu kita diberi libur (terima kasih, politik!) khusus untuk mencoblos, memberikan suara kita dengan bebas. Alangkah indahnya demokrasi. Lalu, setelah suara kita dihitung, dan pemimpin yang kita pilih kalah, kita masih bisa menggugatnya dan membawanya ke sidang perselisihan hasil pemilu ke sebuah mahkamah yang nantinya akan memberikan keputusannya. 

inilah politik. Apalagi yang kamu harapkan? Apakah terlalu sulit untuk memahaminya? Jadi, apakah politik itu? Apakah masih perlu penjelasan?

Http://sigitharjonoufa.blogspot.com/